31/10/12

Sedang Dalam Kelabilan

Hari yang sangat melelahkan. Rasanya pengen pergi dari Jogja. Perasaan yang dulu sudah aku kubur dalam ternyata kembali lagi. Perasaan yang amat sangat menyiksa. Susah diungkapkan ke orang lain. Hanya aku dan Tuhan yang tahu. Bahkan, ketika sahabatku menasihati untuk menceritakan ini semua ke orang tuaku, aku pun menolak enggan. Entah kenapa. Aku susah. Aku merasa belum ada orang yang tepat. Banyak orang yang aku mintai nasihat. Tapi hasilnya? Semua sama. Tidak memberi solusi melainkan sebuah kebingungan dan keambiguan. Aku merasa apa yang telah aku lakukan benar walaupun dimata orang lain itu salah. Ini duniaku. Aku merasa sebuah kesendirian itu sebagai sahabatku. Aku tidak perlu jutaan orang untuk menghiburku disaat aku sedih. Aku hanya butuh satu orang sahabat yang dengan tulus bersedia mendengarkan semua keluh kesahku. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan. Di saat aku ingin melakukan suatu hal, orang lain pasti menilai itu salah. Aku merasa terkekang dalam kebebasan. Aku ingin pergi dari kota kelahiranku ini. 

Kesan kuliah yang dulu aku rencanakan ke Universitas Indonesia membuat aku semakin menyesal. Kenapa dulu SNMPTN aku enggak milih UI aja? Biar sekalian jauh dari Jogja termasuk orang tua. Keadaan ini yang membuat ku terus menerus berdoa agar STAN tahun depan buka pendaftaran sehingga aku bisa belajar di Jakarta dalam kedamaian. Enggak bakalan ada lagi ibu-ibu arisan, ibu-ibu gosipan, dan semua hal tentang ibu-ibu. Aku muak lama-lama di sini. Aku pengen hadir dalam aku. Cukup dalam sebuah keheningan dan kesendirian. 

Aku makhluk sosial. Tanpa orang lain aku rapuh. Aku tau itu. Aku butuh teman. Aku butuh sahabat. Aku butuh masyarakat. Aku butuh jaringan. Aku butuh komunitas. Aku butuh negara. Dan aku butuh semuanya yang berhubungan dengan kehidupan dan manusia. Aku mustahil untuk bilang bahwa aku ngga butuh mereka. Aku butuh. Dan aku menyadari semua itu. Tapi tidak untuk beberapa wilayah.

Aku merasa aku mempunyai dua kepribadian. Bukan. Bukan kepribadian itu yang aku maksud. Jadi, disatu sisi aku bisa dengan mudah bergaul dengan suatu kelompok/komunitas disuatu wilayah namun disisi lain aku ngga bisa. Entah. Mungkin karena pengalaman masa kecilku dulu atau karena salah didikan dari kedua orang tuaku. Aku ngga menyalahkan mereka (red ortu) tapi yang aku rasa selama ini apa yang aku pikirkan, pertimbangkan, dan bandingkan dengan orang lain, itu adalah salah satu penyebabnya.

Aku merasa aku tidak kuper (kurang pergaulan). Aku punya banyak teman. Aku punya banyak sahabat. Bahkan, salah tiga temanku, Setiawati Siti, Kusuma Marifah dan Chairyyah Hanifah, mereka  mempunyai pandangan yang sama. Semacam pikiran yang sama. Satu jalan pikiran. Satu hati. Satu jiwa. Satu cerita. Dan yang pasti satu pengalaman. Apa yang aku rasakan sama mereka sama. Setiap ada masalah, aku sering cerita terutama sama Tia. Apa yang Tia nasihatkan aku mengerti. Aku bisa paham apa yang Tia maksud dan Tia juga paham masalah apa yang sedang aku hadapi. Aku sering merasa tenang setelah cerita ke Tia. Emosiku pun lama-lama redam dan kembalilah akal sehat yang selama ini terkalahkan dengan ego.

Aku tau aku salah. Aku tau aku egois. Aku tau aku masih childish. Aku tau aku belum dewasa. Karena aku tau aku sedang belajar memahami proses setiap kehidupan. Aku ingin memahami setiap sisi perasaan terlebih-lebih yang sedang aku rasakan sekarang. Dan yang terakhir aku ingin mengobati hatiku yang sudah terluka belasan tahun yang lalu.



manggala.prischa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar