Oleh : M Prischa Manggala*)
*Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM, Keredaksian BPPM Primordia
Dunia pendidikan tidak terlepas
dari menciptakan suatu karya. Karya tersebut berupa tulisan ilmiah dan non
ilmiah (populer). Seluruh civitas akademika dibidang pendidikan, khususnya
jenjang universitas sangat berkaitan dengan karya tulis yang berupa tulisan
ilmiah, seperti laporan praktikum, makalah, jurnal, disertasi, thesis dan
skripsi. Namun, sayangnya akhir-akhir ini sering ditemui kasus-kasus plagiarisme
di dunia pendidikan.
Bidang
pendidikan adalah bidang yang mengajarkan kita untuk mengapresiasi dan mengakui
karya dan hasil kerja orang lain. Ketika kita menganggap pikiran dan karya
orang lain menjadi pikiran kita tanpa ijin, maka hal itu sudah bisa dikatakan
plagiarisme. Plagiarisme mempunyai pengertian sebagai kegiatan penjiplakan atau
pengakuan atas karya orang lain oleh seseorang yang menjadikan karya tersebut
sebagai karya ciptaannya (Mochamad, 2013). Plagiarisme di dalam dunia
pendidikan sendiri merupakan persoalan serius, karena itu sangat krusial,
sedangkan di dalam dunia pendidikan kita diajarkan untuk berbuat jujur.
Di
Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan S1 sering terjadi kegiatan
plagiarisme. Meskipun masih banyak mahasiswa S1 yang tidak sadar bahwa mereka
sedang melakukan suatu plagiarisme. Contoh kegiatan plagiarisme yang sering
dilakukan yaitu tidak dicantumkannya sumber yang jelas, lengkap, dan benar pada
penulisan tugas laporan praktikum dan makalah. Acap kali mahasiswa mengambil
sumber untuk tugas dari internet secara copy paste, yang kadang tidak valid. Hal ini membuat dosen, khususnya
Pak Subejo menyikapi plagiarisme pada
mahasiswa S1 ( tingkat 1, 2, dan 3 ) masih memaklumi dalam batas
tertentu karena ketidaktahuan dan belum paham dalam mensitasi dan menulis
dengan baik. Namun, pada mahasiswa S1 yang akan menempuh skripsi jika melakukan
plagiarisme akan ditegur karena mereka sudah mendapatkan mata kuliah metode
penelitian yang harapannya sudah tahu betul aturan penulisan yang benar.
Teguran keras yang sama juga diberikan pada mahasiswa S2 dan S3 yang melakukan
plagiarisme. Hal ini dikarenakan mahasiswa S2 dan S3 sudah tahu betul tentang
aturan penulisan.
Bagi
dosen sendiri, sangat mudah mengenali apakah tugas mahasiswa yang dalam bentuk
makalah maupun laporan tersebut asal copy paste tanpa menyebut sumbernya. Hal
ini dilakukan dengan suatu software dengan cara memasukkan dokumen (tulisan),
kemudian software tersebut akan mengenali tulisan tersebut dengan tulisan
tertentu atau dokumen lain yang sama. Selain itu ada cara klasik, yaitu dengan
membaca semua tulisan tersebut kemudian akan kelihatan ada bagian tertentu yang
sangat bagus, runtut, dan tidak bagus. Keragaman bagian ini mengindikasikan ada
cuplikan dari tulisan orang lain. Selain menggunakan software dan cara klasik,
internet juga dapat mengenali tulisan yang diplagiat karena internet merupakan
mesin elektronik yang dapat mencari dan menemukan dengan sangat mudah.
Kegiatan plagiarisme yang terus-terusan
dibiarkan ini lama-kelamaan akan menjadi suatu masalah yang besar. Hal ini akan
membiasakan seseorang untuk mengambil hak orang lain, korupsi misalnya. Bahkan,
apabila karya yang kita hasilkan ini menjadi karya ilmiah dan populer kemudian dipublish,
kita bisa diperkarakan sehingga gelar bisa dicopot. Pada dasarnya, plagiarisme
bukanlah hal kriminal, melainkan menyangkut etika seseorang. Menjiplak suatu karya
dalam bentuk tulisan merupakan pelanggaran etika karena berkaitan dengan sanksi
sosial. Padahal seorang akademisi harusnya menjunjung tinggi nilai kejujuran.
Kejujuran tersebut adalah mengakui dan mengapresiasi karya orang lain. Untuk
membuat efek jera bagi mahasiswa, dosen biasanya memberikan teguran ringan,
pengurangan nilai, bahkan bisa TL dan mengulang. Sistem pendidikan di perguruan
tinggi yang praktik penerapan dan pengawasannya masih sedikit, menjadi pemicu
plagiarisme. Plagiarisme juga dapat menjadi suatu kasus yang dapat diperkarakan
jika sudah dilaporkan.
Untuk
menghindari plagiarisme, dalam sistem pendidikan sudah diterapkan pengajaran
teknik penulisan melalui mata kuliah metodologi pertanian dan scientific
writing (mata kuliah universitas luar negeri). Dengan mata kuliah ini, kita
dapat mempelajari teknik pengambilan referensi agar tidak salah persepsi dalam
mengutip secara keseluruhan. Biasanya pada semester awal, mahasiswa diberikan
tugas berupa laporan praktikum dan makalah sebagai latihan, agar mengerti
teknik penulisan yang benar. Selain plagiarisme, terdapat juga istilah
autoplagiarisme. Autoplagiarisme adalah kegiatan memplagiat karya kita sendiri.
Kegiatan autoplagiarisme ini juga dapat melanggar hak cipta apabila sumbernya
tidak kita cantumkan. Namun, jika kita akan menulis kembali karya yang telah
kita tulis tersebut, kita juga harus menyebut sumbernya agar tidak melanggar
hak cipta.
Menurut
Subejo, plagiarisme tidak dapat dihilangkan 100%, namun plagiarisme dapat
diminimalkan. Hal ini karena berkaitan dengan kemunculan ide, ide muncul karena
kita membaca ide dari orang lain lalu kita kembangkan menjadi karya tulisan
baru. Namun, jika ide kita sama dengan ide orang lain, dan kebetulan orang
tersebut sudah menulis lebih dahulu, ide besarnya dapat kita ambil dengan
mengkombinasikan ide kita lalu dicantumkan sumber idenya. Untuk meminimalisasi
plagiarisme, mahasiswa dianjurkan untuk sering-sering membaca. Jika ingin
mudah, mahasiswa dapat menggunakan software enload. Dengan software ini, jika
kita membaca suatu dokumen dan lupa mengetik sumbernya maka secara otomatis
referensinya akan didokumentasikan. Adapun cara klasiknya yaitu dengan mengetik
sumbernya terlebih dahulu pada artikel walaupun tidak lengkap. Setelah selesai
membuat artikel kemudian kita dapat melengkapi referensinya dengan mencari
diinternet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar