Dipostingan kali ini, aku pengen share bahwa semua tulisan dari reporter bakal diolah sedemikian rupa agar enak dibaca. Oleh karena itu dibidang redaksi ada seorang editor ;)! Di bawah ini adalah contoh tulisan kasar (berupa mentahan dari seorang reporter). Tulisan ini selanjutnya akan dibaca oleh pemimpin redaksi dan diedit oleh editor. Setelah itu barulah artikel sesungguhnya dimuat dibuletin.
Dari pengalaman ku sebagai reporter (staff redaksi khususnya) dalam mengolah suatu berita untuk menjadikannya artikel, biasanya aku merancang kerangka karangan (jalan pikiran). Jadi, dari artikel tersebut aku ingin membawa pembaca untuk mengikuti alur pikiranku. Sebenarnya di dalam dunia jurnalistik khususnya keredaksian, seorang jurnalis bebas untuk menyusun suatu artikel (dengan gaya penulisan apapun asal sesuai dengan kaidah yang berlaku). Dari aku pribadi memang sudah ter-plotkan seperti itu jadi inilah gaya ku hehe.
Berikut ini adalah contoh tulisan mentah ku mengenai pengelolaan sampah di UGM. Penasaran dengan artikel setelah diedit? Kalian bisa baca di -> http://primordia.faperta.ugm.ac.id/CassavaNila.swf (Liputan Khusus; Sampah di UGM Dibawa Kemana?)
Dan seperti inilah kerangka berpikirnya :
Dan seperti inilah kerangka berpikirnya :
Sampah itu apa sih? -> UGM pasti punya sampah
dong ya? -> nah, sampah sebanyak itu
di-gimana-in? -> sampah di UGM dikelola
oleh DPPA -> apa itu DPPA? -> cara pengelolahan
sampah di DPPA -> kendala -> kesadaran mahasiswa tentang
sampah.
Sampah. Siapa sih yang tidak tahu apa itu sampah? Setiap orang di dunia ini pasti tahu apa itu sampah. Hampir setiap hari manusia menghasilkan sampah dari kegiatan yang dilakukannya. Tidak terkecuali kita sebagai mahasiswa UGM. Setiap orang di Fakultas Teknik UGM sendiri rata-rata menghasilkan sampah 100 - 300 gram per hari, sedangkan populasi warga di UGM bisa mencapai ratus ribuan orang (Harian Jogja, 25 Januari 2013). Jadi, sampah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan di UGM banyak bukan? Nah, sampah sebanyak itu tentunya akan mengganggu lingkungan sekitar UGM jika tidak dibersihkan dan dikelola dengan baik. Tentunya kita penasaran bagaimana cara UGM mengelola ribuan sampah ini. Di UGM sendiri, ada satu lembaga khusus yang menangani dan mengelola sampah. Lembaga tersebut ialah DPPA (Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset), salah satu tugas penting lembaga ini tak lain lagi yaitu mengelola sampah di lingkungan UGM. Sampah – sampah yang terkumpul dari berbagai klaster kemudian disortir sesuai jenis sampahnya. Setelah disortir, sampah yang bisa dijadikan kompos dikelompokkan sendiri, kemudian sampah yang lain seperti plastik dikirim ke KP4 (Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) untuk dikelola menjadi berbagai macam produk dan pengolahan kompos dalam jumlah besar, kemudian sampah selain itu, pecahan kaca misalnya, dibuang di TPA Piyungan, Bantul.
Cara pengelolaan sampah di DPPA sendiri bisa dibilang simpel karena mirip dengan cara pengolahan dirumahan. Sampah yang bisa diolah menjadi kompos di DPPA ini diantaranya adalah daun, sisa makanan, kulit buah dan sisa buah. Menurut sumber bahannya, kompos di DPPA ini dibagi menjadi dua, yaitu kompos dari daun dan kulit buah. Langkah pertama, daun – daun yang sudah dikumpulkan, dimasukkan dalam sebuah bak penampungan. Dalam proses ini, daun di susun sedemikian rupa sehingga tersusun dari bawah; daun – pupuk kandang – daun + gamping. Setelah itu disiram larutan, larutan yang dipakai adalah campuran air dengan bakteri EM4, tetes tebu, dan air seni kelinci, karena air seni kelinci sulit didapat maka DPPA UGM menggantinya dengan air seni kambing atau sapi. Setelah disiram rata, tak lupa bak tersebut juga diberi tambahan pupuk kandang. Setelah seminggu, kurang lebih dalam satu hari bak tersebut dibalik, kemudian hingga 10 hari dan seterusnya. Sekitar satu setengah bulan, kompos dari daun ini sudah menjadi kompos dan siap digunakan.
Tak jauh berbeda dengan cara pengelolaan kompos dari daun, kompos dari kulit buah juga sangat simpel. Namun, perbedaannya terletak pada bak penampung dan larutan yang dipakai. Untuk pengelolaan kompos dari kulit buah, sumber bahannya paling banyak dari kantin tiap klaster di UGM. Langkah pertama, kulit buah dicacah terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar kulit buah cepat membusuk. Setelah itu dimasukkan dalam tong yang sudah ada saluran airnya. Pada proses pengolahan kompos dari kulit buah ini susunannya sama dengan pengolahan kompos dari daun. Kulit buah ditempatkan di dasar tong, kemudian di atasnya diberi sekam / kompos daun yang sudah jadi. Kemudian larutan disiramkan diatasnya, larutan yang dipakai cukup larutan gula / penyedap rasa. Setelah itu semuanya dicampur rata. Kira – kira dalam waktu satu sampai satu setengah bulan, kompos dari kulit buah ini sudah jadi.
Ada beberapa kendala yang ditemui petugas DPPA dalam pengelolaan sampah di UGM, diantaranya, yaitu terbatasnya peralatan untuk mengelola sampah, penyortiran sampah yang masih menggunakan sistem manual meskipun sudah ada mesin tapi tidak mencukupi kapasitas tampungan sampah yang mencapai ton-an, lalu sampah tampungan dari tiap klaster tidak tersortir dengan semestinya bahkan ada sampah yang belum disortir oleh petugas pengelola sampah tiap klaster.
Sampah yang sudah dikelola menjadi kompos ini tidak kemudian dijual untuk publik, tetapi untuk konsumsi sendiri. Misalnya hutan kecil di Fakultas Kehutanan memakai kompos produksi DPPA dan KP4. “Sementara ini, produksi kompos DPPA masih dikonsumsi untuk UGM sendiri. Belum ada gagasan untuk menjual ke publik karena selain terbatasnya peralatan untuk mengolah, produksi kompos dari DPPA dan KP4 UGM sendiri belum mampu mencukupi kebutuhan internal UGM.” Tutur Murdiyanto dan Agus, selaku petugas pengolahan kompos. (mpm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar